Rabu, 10 Desember 2014

Mari ke Tomohon! Dari Danau Linow Singgah di Pasar Ekstrim ke Bukit Doa Mahawu


4 tahun yang lalu saya pernah menjejakkan kaki di Tomohon, sebuah kota yang berhawa sejuk karena terletak di ketinggian 700-800 mdpl di selatan Manado, Sulawesi Utara. Sekedar singgah selepas berkunjung dari danau Tondano. 

Dan pada kunjungan kali ini dalam rangka mengisi waktu cuti selama dua mingguan di pulau Sulawesi, di Sulut, saya memantapkan pilihan untuk mengeksplorasi destinasi wisata yang ada di Tomohon saja yang tidak sempat saya datangi dahulu. Godaan Bunaken, Manado Tua dan pulau Siladen tak mampu menggoyahkan niat di dada, hehe.  

FYI, Mayoritas masyarakat Tomohon adalah suku Tombulu yang merupakan salah satu dari 8 subetnis suku Minahasa.

Stay di Manado membuat saya bolak-balik dua hari ke Tomohon yang berjarak sekitar 30 km. Berkejaran dengan waktu sehingga tak banyak tempat yang bisa didatangi. Saran saya bagi sobat yang ingin mengkhatamkan semua destinasi wisata yang ada di kota bunga ini, tinggal dan menginaplah dua atau tiga hari di sini, ada banyak penginapan mulai dari yang kelas backpacker hingga resort.

Bila sobat memulai dari kota Manado, terutama bagi pencinta angkutan umum, berangkatlah pagi-pagi dengan bus tua (7 ribu) dari terminal Karombasan, perjalanan ditempuh sekitar 1 jam melewati panorama alam yang sungguh memikat, negeri nyiur melambai sangat tepat disematkan pada provinsi Sulawesi Utara ini karena pohon nyiur alias kelapa yang tak putus-putusnya berjejer indah di sepanjang mata memandang dengan latar teluk Manado yang membiru.

Hari pertama di Tomohon saya pergi ke danau Linow. Sebuah danau vulkanik yang terletak di kelurahan Lahendong, sekitar 3 km dari pusat kota. Untuk mencapainya dari terminal Tomohon, sobat bisa menggunakan jasa ojeg, 30 ribu diantar sampai di tempat (sebelum kenaikan BBM) atau naik mikro jurusan Sonder (4 ribu), turun di pertigaan ke danau Linow, dari persimpangan di kiri jalan ini, sobat bisa naik ojeg 10-15 ribu ke lokasi.  

Saya memilih opsi ke-dua, naik mikro lalu turun di pertigaan yang sudah ada papan petunjuk arah ke danau Linow di pinggir jalan. Tidak ada om ojeg yang tampak hari itu, terpaksa mencapai lokasi dengan berjalan kaki sejauh 750 meter, lumayan bikin napas ngos-ngosan karena jalan yang menanjak, melalui rumah-rumah dan ladang penduduk.

Subhanallah, rasa penat terobati dengan pemandangan danau yang berwarna kehijauan, dan konon kabarnya air danau ini dapat berubah warna akibat pengaruh kandungan belerang, pembiasan cahaya dan pantulan vegetasi yang ada di sekitar danau. 
Untuk mendapatkan view yang top, sobat boleh mampir ke D’Linow dengan membayar tiket masuk 25 ribu. Harga ini sudah termasuk secangkir kopi atau teh hangat. Mahal memang, tapi kenyamanan dan kepuasan yang sobat rasakan sebanding dengan harga yang dibayarkan.

D’Linow adalah kafe yang menawarkan aneka makanan dan minuman. Selain di dalam, sobat bisa nongkrong di balkon yang dibuat menghadap ke arah danau. Belum banyak orang yang datang saat itu, saya memilih duduk di balkon dekat pintu masuk di bawah naungan pohon pinus yang terkadang menjatuhkan buahnya, ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengepul dan sepiring pisang goreng yang baru saja keluar dari penggorengan sembari berkontemplasi tentang hidup, halah. Saya sarankan sobat untuk menyicipi renyah dan manisnya pisang goreng goroho yang dimakan dengan sambal ikan roa yang gurih pedas ini. Namun hati-hati bagi yang sedang diet karena bisa ketagihan, hehe. 

Dua jam lebih waktu berlalu tak terasa, enggan rasanya beranjak, betah berlama-lama menikmati keindahan ciptaan Dzat yang Maha tinggi, sesekali tampak burung belibis terbang melintas di atas danau. Semakin siang orang-orang pun makin ramai berdatangan. Sebelum pergi saya turun ke bawah dan menyusuri pedestrian di pinggir danau, tangan tak henti-hentinya memainkan DSLR mencari obyek foto nan cantik. 

Balik bersilaturahim dengan seorang teman yang bekerja di proyek geothermal Pertamina, sebelum balik ke Manado pada hari pertama itu saya singgah di pasar ekstrim Tomohon, lokasinya tak jauh dari terminal, masuk ke dalam pasar yang lumayan becek setelah hujan turun dengan deras.

Pasar Beriman namanya, mungkin sobat bisa memberi tahu kenapa pasar ini di sebut pasar Beriman? Bersiaplah untuk menyaksikan pemandangan yang tak lumrah yang membuat perut bergolak, anjing-anjing tak berbulu berwarna hitam gosong digantung berjejer menanti pembeli yang akan menjadikan mereka masakan RW atau kalong yang akan dijadikan Paniki. Bagi sobat penyayang anjing tentunya akan miris melihat kenyataan ini apalagi saat menyaksikan bagaimana mereka dimatikan dengan cara dipukul di dalam karung, so sad.

Selain anjing dan kalong masih banyak lagi jenis daging yang dijual, seperti babi hutan, ular, tikus hutan, terkadang kera dan kucing. Beberapa orang kawan Manado bilang semua daging tersebut adalah ikang alias ikan, hehe.  

Di hari kedua saya berkunjung ke bukit doa di lereng gunung Mahawu, turun dari bus sebelum terminal di pertigaan yang terdapat papan petunjuk ke gunung Mahawu, dari sini sobat bisa mampir ke pagoda Ekayana yang tak jauh dari pinggir jalan, tepatnya di kelurahan Kaskasen II. Sedangkan ke bukit doa sendiri, ternyata masih sekitar 3 kilo lagi, bagi sobat yang kuat jalan bisa menuju lokasi ini dengan jalan kaki melewati persawahan, kebun sayur mayur yang tumbuh subur dan rumah-rumah khas orang Minahasa, tapi pagi itu saya menumpang ojeg (10 ribu) ke pintu masuk sebelah selatan. Kalau sobat, terutama bagi penganut Katolik ingin menapak tilasi prosesi penyaliban Yesus, mulailah dari sini karena saat menyusuri jalan dan anak tangga menuju sebuah kapel unik yang ada di puncak, terdapat pos-pos perhentian yang mengisahkan kejadian tersebut melalui adegan demi adegan patung yang terbuat dari besi (maybe perunggu?). Dari gerbang sudah terasa kesan asri dan rapi, tata kelola tempat wisata yang patut diacungi dua jempol, bersih, makin lama suasana dan aura hutan hujan tropisnya makin terasa.

FYI, bukit doa Mahawu dibuat sebagai wujud rasa syukur keluarga Ronald Korompis atas anugerah umur panjang ibu Mary Wewengkang yang mulai dibangun tahun 2003 dan selesai serta dibuka untuk umum tahun 2006 bertepatan dengan hari ulang tahun beliau yang ke-60.

Tak banyak orang berkunjung pagi itu, ada perasaan bergidik ketika melewati ruangan tempat replika makam Yesus berada, gelap dan dihuni oleh kelelawar. Ruangan ini bersambung dengan terowongan sepanjang beberapa meter menuju pintu keluar. Suasananya benar-benar gelap, apakah pengelola sengaja tidak memasang penerangan untuk mendapatkan kesan magis atau memang belum dinyalakan pagi itu.

Yang membuat saya begitu ingin berkunjung ke sini adalah sebuah kapel yang terletak di puncak. Arsitektur kapel yang berbentuk bundar ini memberikan kesan seolah kita sedang meninggalkan Indonesia sejenak, hehe. Masuk ke dalam kapel melewati pintu kayu yang bisa digeser ke dalam dan ke luar, dua lajur bangku tempat duduk jemaat disusun senyaman mungkin menghadap ke arah mimbar dengan latar dinding kaca tembus pandang sehingga dari dalam bisa melihat ke arah gunung Lokon yang menawan, diharapkan tentunya ini dapat menambah kesyahduan saat beribadah.  
Di dalam kapel ada tangga menuju basemen dan dari sini bisa ke luar menuju sebuah lapangan terbuka. Wow, sobat akan berdecak kagum melihat panorama alam yang terpajang di depan mata, gunung lokon setinggi 1.689 mdpl tegak begitu anggun memagari kota Tomohon di bawahnya, dari atas tampak sebuah pagoda di antara rumah-rumah dan puluhan gereja yang tersebar hingga ke pinggang gunung. Sobat bisa duduk di bibir tembok sambil berselonjor kaki ke arah lembah dinaungi deretan pohon yang rindang.

Di komplek bukit doa ini, sobat bisa mengunjungi goa Maria yang terletak tak jauh dari pintu keluar terowongan, lalu ada amphitheater yang berbentuk tiga per empat lingkaran menyerupai stadium mini pada zaman Romawi. Ruang terbuka dengan daya tampung 1.000 orang ini digunakan sebagai tempat kebaktian massal.

Keterbatasan waktu membuat saya tak bisa mendatangi objek wisata lain di Tomohon, ada bukit kasih di Kawangkoan, pagoda Ekayana di kelurahan Kaskasen II, bukit inspirasi, melihat kerajinan anyaman bambu di Kinilow, melihat proses pembuatan rumah kayu tradisional dengan sistim bongkar pasang di desa Woloan dan waruga atau makam tradisonal leluhur etnis Minahasa yang terbuat dari 144 jenis batu alam di desa Sawangan. Bila beruntung sobat bisa menyaksikan Tomohon Flower Festival, parade bunga yang diadakan tiap dua tahun sekali.

Bagi sobat yang suka naik gunung bisa mendaki gunung Lokon, gunung Empung dan gunung Mahawu dimana masing-masingnya terdapat kawah yang begitu indah. Selain hiking, aktivitas outdoor lain seperti trekking bisa dilakukan ke air terjun Tumimperas dan air terjun Tapahan Telu Tinoor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar