4 tahun yang lalu saya pernah menjejakkan kaki di Tomohon, sebuah kota yang berhawa sejuk karena terletak di ketinggian 700-800 mdpl di selatan Manado, Sulawesi Utara. Sekedar singgah selepas berkunjung dari danau Tondano.
Dan
pada kunjungan kali ini dalam rangka mengisi waktu cuti selama dua mingguan di
pulau Sulawesi, di Sulut, saya memantapkan pilihan untuk mengeksplorasi
destinasi wisata yang ada di Tomohon saja yang tidak sempat saya datangi
dahulu. Godaan Bunaken, Manado Tua dan pulau Siladen tak mampu menggoyahkan
niat di dada, hehe.
FYI, Mayoritas masyarakat Tomohon adalah suku Tombulu yang merupakan salah satu dari 8 subetnis suku Minahasa.
Stay
di Manado membuat saya bolak-balik dua hari ke Tomohon yang berjarak sekitar 30
km. Berkejaran dengan waktu sehingga tak banyak tempat yang bisa didatangi.
Saran saya bagi sobat yang ingin mengkhatamkan semua destinasi wisata yang ada
di kota bunga ini, tinggal dan menginaplah dua atau tiga hari di sini, ada
banyak penginapan mulai dari yang kelas backpacker hingga resort.
Bila
sobat memulai dari kota Manado, terutama bagi pencinta angkutan umum, berangkatlah
pagi-pagi dengan bus tua (7 ribu) dari terminal Karombasan, perjalanan ditempuh
sekitar 1 jam melewati panorama alam yang sungguh memikat, negeri nyiur
melambai sangat tepat disematkan pada provinsi Sulawesi Utara ini karena pohon
nyiur alias kelapa yang tak putus-putusnya berjejer indah di sepanjang mata
memandang dengan latar teluk Manado yang membiru.
Hari
pertama di Tomohon saya pergi ke danau Linow. Sebuah danau vulkanik yang
terletak di kelurahan Lahendong, sekitar 3 km dari pusat kota. Untuk mencapainya
dari terminal Tomohon, sobat bisa menggunakan jasa ojeg, 30 ribu diantar sampai
di tempat (sebelum kenaikan BBM) atau naik mikro jurusan Sonder (4 ribu), turun
di pertigaan ke danau Linow, dari persimpangan di kiri jalan ini, sobat bisa
naik ojeg 10-15 ribu ke lokasi.
Saya
memilih opsi ke-dua, naik mikro lalu turun di pertigaan yang sudah ada papan
petunjuk arah ke danau Linow di pinggir jalan. Tidak ada om ojeg yang tampak hari
itu, terpaksa mencapai lokasi dengan berjalan kaki sejauh 750 meter, lumayan
bikin napas ngos-ngosan karena jalan yang menanjak, melalui rumah-rumah dan
ladang penduduk.
Subhanallah,
rasa penat terobati dengan pemandangan danau yang berwarna kehijauan, dan konon
kabarnya air danau ini dapat berubah warna akibat pengaruh kandungan belerang,
pembiasan cahaya dan pantulan vegetasi yang ada di sekitar danau.
Untuk
mendapatkan view yang top, sobat boleh mampir ke D’Linow dengan membayar tiket
masuk 25 ribu. Harga ini sudah termasuk secangkir kopi atau teh hangat. Mahal
memang, tapi kenyamanan dan kepuasan yang sobat rasakan sebanding dengan harga
yang dibayarkan.
D’Linow
adalah kafe yang menawarkan aneka makanan dan minuman. Selain di dalam, sobat
bisa nongkrong di balkon yang dibuat menghadap ke arah danau. Belum banyak
orang yang datang saat itu, saya memilih duduk di balkon dekat pintu masuk di
bawah naungan pohon pinus yang terkadang menjatuhkan buahnya, ditemani
secangkir kopi hitam yang masih mengepul dan sepiring pisang goreng yang baru
saja keluar dari penggorengan sembari berkontemplasi tentang hidup, halah. Saya
sarankan sobat untuk menyicipi renyah dan manisnya pisang goreng goroho yang
dimakan dengan sambal ikan roa yang gurih pedas ini. Namun hati-hati bagi yang
sedang diet karena bisa ketagihan, hehe.
Dua
jam lebih waktu berlalu tak terasa, enggan rasanya beranjak, betah berlama-lama
menikmati keindahan ciptaan Dzat yang Maha tinggi, sesekali tampak burung
belibis terbang melintas di atas danau. Semakin siang orang-orang pun makin
ramai berdatangan. Sebelum pergi saya turun ke bawah dan menyusuri pedestrian
di pinggir danau, tangan tak henti-hentinya memainkan DSLR mencari obyek foto nan
cantik.
Balik
bersilaturahim dengan seorang teman yang bekerja di proyek geothermal Pertamina,
sebelum balik ke Manado pada hari pertama itu saya singgah di pasar ekstrim
Tomohon, lokasinya tak jauh dari terminal, masuk ke dalam pasar yang lumayan
becek setelah hujan turun dengan deras.
Pasar
Beriman namanya, mungkin sobat bisa memberi tahu kenapa pasar ini di sebut
pasar Beriman? Bersiaplah untuk menyaksikan pemandangan yang tak lumrah yang
membuat perut bergolak, anjing-anjing tak berbulu berwarna hitam gosong digantung
berjejer menanti pembeli yang akan menjadikan mereka masakan RW atau kalong
yang akan dijadikan Paniki. Bagi sobat penyayang anjing tentunya akan miris
melihat kenyataan ini apalagi saat menyaksikan bagaimana mereka dimatikan
dengan cara dipukul di dalam karung, so sad.
Selain
anjing dan kalong masih banyak lagi jenis daging yang dijual, seperti babi
hutan, ular, tikus hutan, terkadang kera dan kucing. Beberapa orang kawan
Manado bilang semua daging tersebut adalah ikang alias ikan, hehe.
Di
hari kedua saya berkunjung ke bukit doa di lereng gunung Mahawu, turun dari bus
sebelum terminal di pertigaan yang terdapat papan petunjuk ke gunung Mahawu,
dari sini sobat bisa mampir ke pagoda Ekayana yang tak jauh dari pinggir jalan,
tepatnya di kelurahan Kaskasen II. Sedangkan ke bukit doa sendiri, ternyata
masih sekitar 3 kilo lagi, bagi sobat yang kuat jalan bisa menuju lokasi ini
dengan jalan kaki melewati persawahan, kebun sayur mayur yang tumbuh subur dan
rumah-rumah khas orang Minahasa, tapi pagi itu saya menumpang ojeg (10 ribu) ke
pintu masuk sebelah selatan. Kalau sobat, terutama bagi penganut Katolik ingin menapak
tilasi prosesi penyaliban Yesus, mulailah dari sini karena saat menyusuri jalan
dan anak tangga menuju sebuah kapel unik yang ada di puncak, terdapat pos-pos
perhentian yang mengisahkan kejadian tersebut melalui adegan demi adegan patung
yang terbuat dari besi (maybe
perunggu?). Dari gerbang sudah terasa kesan asri dan rapi, tata kelola tempat
wisata yang patut diacungi dua jempol, bersih, makin lama suasana dan aura
hutan hujan tropisnya makin terasa.
FYI,
bukit doa Mahawu dibuat sebagai wujud rasa syukur keluarga Ronald Korompis atas
anugerah umur panjang ibu Mary Wewengkang yang mulai dibangun tahun 2003 dan
selesai serta dibuka untuk umum tahun 2006 bertepatan dengan hari ulang tahun
beliau yang ke-60.
Tak
banyak orang berkunjung pagi itu, ada perasaan bergidik ketika melewati ruangan
tempat replika makam Yesus berada, gelap dan dihuni oleh kelelawar. Ruangan ini
bersambung dengan terowongan sepanjang beberapa meter menuju pintu keluar.
Suasananya benar-benar gelap, apakah pengelola sengaja tidak memasang
penerangan untuk mendapatkan kesan magis atau memang belum dinyalakan pagi itu.
Yang
membuat saya begitu ingin berkunjung ke sini adalah sebuah kapel yang terletak
di puncak. Arsitektur kapel yang berbentuk bundar ini memberikan kesan seolah
kita sedang meninggalkan Indonesia sejenak, hehe. Masuk ke dalam kapel melewati
pintu kayu yang bisa digeser ke dalam dan ke luar, dua lajur bangku tempat
duduk jemaat disusun senyaman mungkin menghadap ke arah mimbar dengan latar dinding
kaca tembus pandang sehingga dari dalam bisa melihat ke arah gunung Lokon yang
menawan, diharapkan tentunya ini dapat menambah kesyahduan saat beribadah.
Di
dalam kapel ada tangga menuju basemen dan dari sini bisa ke luar menuju sebuah
lapangan terbuka. Wow, sobat akan berdecak kagum melihat panorama alam yang terpajang
di depan mata, gunung lokon setinggi 1.689 mdpl tegak begitu anggun memagari
kota Tomohon di bawahnya, dari atas tampak sebuah pagoda di antara rumah-rumah
dan puluhan gereja yang tersebar hingga ke pinggang gunung. Sobat bisa duduk di
bibir tembok sambil berselonjor kaki ke arah lembah dinaungi deretan pohon yang
rindang.
Di
komplek bukit doa ini, sobat bisa mengunjungi goa Maria yang terletak tak jauh
dari pintu keluar terowongan, lalu ada amphitheater yang berbentuk tiga per empat
lingkaran menyerupai stadium mini pada zaman Romawi. Ruang terbuka dengan daya
tampung 1.000 orang ini digunakan sebagai tempat kebaktian massal.
Keterbatasan waktu membuat saya tak bisa mendatangi objek wisata
lain di Tomohon, ada bukit kasih di Kawangkoan, pagoda Ekayana di kelurahan
Kaskasen II, bukit inspirasi, melihat kerajinan anyaman bambu di Kinilow, melihat
proses pembuatan rumah kayu tradisional dengan sistim bongkar pasang di desa
Woloan dan waruga atau makam tradisonal leluhur etnis Minahasa yang terbuat
dari 144 jenis batu alam di desa Sawangan. Bila beruntung sobat bisa
menyaksikan Tomohon Flower Festival, parade bunga yang diadakan tiap dua tahun
sekali.
Bagi sobat yang suka naik gunung bisa mendaki gunung Lokon, gunung
Empung dan gunung Mahawu dimana masing-masingnya terdapat kawah yang begitu
indah. Selain hiking, aktivitas outdoor lain seperti trekking bisa dilakukan ke
air terjun Tumimperas dan air terjun Tapahan Telu Tinoor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar