The summer
rain like teardrops on my window.
Reminds me of a time so long ago.
And through each drop of rain I see,
within my heart you'll always be.
I pray you will remember me with love.
Penggalan lirik lagu dari Gary Moore
di atas mengingatkan saya tentang kisah kebersamaan yang terangkai indah di
Papua sana, tepatnya di kabupaten Kepulauan Yapen, selama setahun masa tugas
yang diwarnai oleh persahabatan, duka-cita, canda-tawa, perjalanan, dan
petualangan.
|
Di mess kesehatan |
Walaupun tak kesohor dan tak pernah
ditayangkan dalam acara jalan-jalan di televisi nasional, Kepulauan Yapen memiliki
destinasi wisata tak kalah menarik dibanding daerah lain di Indonesia,
pulau-pulau, alam bawah laut, pantai, teluk, hutan dengan keanekaragaman hayatinya
dan dinamika kehidupan masyarakat setempat yang heterogen. Dulu, potensi
pariwisata yang begitu besar ini belum dikelola secara maksimal, kurangnya promosi
dan minimnya sarana dan prasarana pendukung meyebabkan kepulauan nan cantik ini
tetap menjadi mutiara yang terpendam, menanti sentuhan dan polesan
tangan-tangan kreatif pengambil kebijakan. Semoga tulisan ini sedikit banyak
dapat lebih mengenalkan Kepulauan Yapen kepada para pemburu hidden paradise.
|
Gugusan pulau dari atas twin otter
|
|
Tak hanya pulau dan pantai, Kep. Yapen juga memiliki barisan pegunungan |
Diapit oleh pulau Biak di utara dan
punggung pulau Irian di selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Serui, kota kecil
tetapi dengan penduduk yang beragam di samping penduduk asli Yapen, etnis Makassar,
Manado, Buton, Jawa, Batak, Padang, Toraja, Tionghoa dan yang lain hidup dalam
kebersamaan yang harmonis dalam bingkai semboyan ACIS; Aman, Ceria, Indah dan
Sehat (Aku Cinta Serui). Karena kecilnya, sering disebut dengan kota satu
kilometer. Adanya perkawinan campuran pribumi Papua dengan etnis lain
melahirkan keturunan baru yang lebih eksotis, diantaranya yang terkenal adalah
Peranakan Cina Serui, disingkat dengan PERANCIS.
|
Tampak terumbu karang |
|
Pemandangan sesaat sebelum mendarat |
Pantai
Sarawandori dan Telaga Pamoi
Sorenya setelah mendarat pertama kali dengan
pesawat twin otter, Susi air di bandara Sudjarwo Tjondonegoro, kami; saya dan
lima orang teman, Bagus, Arista, Putri, Weni dan kakaknya, Adi langsung diajak
menuju pantai Sarawandori oleh pak Edo, sopir yang mengantar kami ke penginapan
dari bandara. Perjalanan sekitar satu jam dari kota, melewati hutan, singgah di
Pamoi, telaga yang langsung berhubungan dengan laut, airnya yang biru kehijauan
dikitari oleh perbukitan, amboi cantiknya. Berenang di air laut yang sedang
pasang, melepas timbunan akumulasi penat.
|
Pertama kali mendarat di bandara Serui |
|
Telaga Pamoi |
|
Pantai Sarawandori |
FYI, telaga Pamoi yang diapit oleh dua tanjung di bagian barat
kota Serui ini pernah menjadi tempat persembunyian kapal perang tentara sekutu
pimpinan AS ketika menghadapi Perang Dunia II.
Pengobatan
Massal di Ambaidiru
Tak lama berselang, kami diminta ikut
acara pengobatan massal dalam rangka memperingati pengasingan Sam Ratulangi
ke-64 di kampung Ambaidiru. Perjalanan ke kampung yang aduhai seronok, bareng
pak bupati, dr Rein direktur RSUD, pegawai dinas kesehatan, kawan-kawan dari
puskesmas Serui Kota dan lainnya melintasi hutan nan masih perawan dengan
kondisi jalan yang masih buruk, berlobang, kerikil-kerikil aspal yang terlepas
dan jalan tanah yang menghasilkan lumpur tebal dan susah dilalui tatkala hujan,
membuat kendaraan yang kami tumpangi sering mogok dan harus didorong, hehe, sungguh
sebuah pengalaman yang tak terlupa.
|
Bapak bupati turut dalam rombongan pengobatan massal |
|
Direktur RSUD Serui, dr Rheinhard Ratulangi |
|
Drg. Viera Thenu dan kru Puskesmas Serui Kota |
|
Caio dr. Weni |
|
Manisnya kam pu senyum ade kecil |
Pulangnya, duduk di atas mobil dengan
bak terbuka, menyaksikan anak-anak bermain bola di lapangan, berpapasan dengan
penduduk lokal yang balik dari ladang, pertama kali melihat buah merah secara
langsung dan merasakan aura hutan di kala malam lengkap dengan bebunyian hewan
dan serangga di bawah jalur cahaya galaksi Bima sakti yang terlihat jelas.
|
Mace balik dari ladang |
|
Buah merah |
|
Jalur Serui-Ambaidiru pasca hujan |
Oh ya, rumah bekas tempat pengasingan
Sam Ratulangi terletak di samping mess kami, di seberang jalan, tak jauh dari
alun-alun kota.
Gempa
Serui 16 Juni 2010
Sekitar pukul 12 WIT, Kepuluan Yapen
digoncang gempa dengan kekuatan 6.6 skala richter, saat itu saya dan teman
sejawat sedang duduk-duduk di bangku panjang depan ruang periksa Puskesmas
kampung Tindaret, cemas, mengingat di hadapan kami samudra Pasifik yang siap
memuntahkan milyaran kubik airnya, berkumpul di lapangan dekat rumpun gedi, menyantap
singkong (kasbi) rebus bareng tetangga satu komplek Puskesmas, bersiap-siap
menuju bukit di belakang rumah bila terjadi tsunami yang tak diinginkan. Beberapa
kali gempa susulan masih terasa, sehingga malamnya kami; saya, Bagus dan Jumi
memutuskan untuk tidur di teras depan. Maha besar Allah, bagi saya, gempa sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup, masih jelas terekam dalam
ingatan gempa 30 September 2009 yang meluluhlantakkan pesisir barat Sumatra
Barat; kota Padang, kota Pariaman, kabupaten Padang Pariaman dan kabupaten Agam
yang menelan ribuan korban jiwa.
Gempa yang terjadi membuat jalur
Serui-Tindaret, amblas, tak bisa dilalui dan menyebabkan sebuah mobil
terperosok ke dalam jurang, semua penumpang di dalamnya tewas. Hari kedua pasca
gempa, dengan perahu motor kami berangkat menuju Biak, nginap semalam, lalu
naik kapal putih, Ngapulu ke Serui.
|
Epi di haluan perahu menuju Biak |
|
Pelabuhan Biak |
|
Di atas kapal putih, Ngapulu |
Sesampainya di Serui, pihak dari dinas
kesehatan meminta kami untuk melakukan kegiatan sosial, mengadakan pengobatan
ke kampung-kampung yang luluh lantak oleh gempa, menyisir pesisir timur pulau
Yapen dengan longboat dan speedboat ke kampung Randawaya dan Warironi di
distrik teluk Ampimoi.
|
Pembagian sembako untuk korban gempa |
|
Bersama pak mantri Ayub menuju kampung yang parah dilanda gempa |
|
dr. Dessy dan dr. Ari di kampung Warironi |
|
dr. Dina, sang guru fotografi |
|
Senja di teluk Ampimoi |
Bakar
ikan di Armarea
Bareng orang dinkes, ibu Lesomar, pak
Melanton dan yang lain, kami menuju pantai Armarea, Mariadei ke arah sana lagi,
bakar ikan dan makan bareng. Bukan pantai yang tepat untuk berenang.
|
Pantai Armarea |
|
Bakar-bakar bareng orang dinkes |
|
Lahapnya dr. Bagus |
Mancing
ikan di Pelabuhan, Serui Laut dan Kaboena
Salah satu kegiatan pengisi waktu saat
off duty adalah memancing, pelabuhan Serui adalah salah satu tempatnya. Selain
itu, tempat yang sering saya datangi adalah pelabuhan Serui Laut dan pelabuhan
Kaboena. Naik ke atas kapal yang sedang bersandar, melepas kail dengan umpan
udang-udang kecil. Samandar, baronang, bobara, cakalang ekor kuning, suntung
dan masih banyak lagi ikan yang akan terpedaya. Pagi, sore, malam dan tengah
malampun mancing.
|
Mancing di Pelabuhan Serui |
|
Pose dulu sebelum mancing |
|
Mancing bareng kak Sutran di pelabuhan Kaboena |
|
Kak Idris dengan hasil tangkapannya |
Yapen kaya dengan hasil tangkapan
laut, saat mengadakan puskesmas keliling ke kampung-kampung di wilayah kerja
puskesmas Tindaret dengan perahu motor, saya sering menyaksikan gerombolan ikan
cakalang berloncatan ke atas permukaan, adakalanya mereka begitu rakus
menyambar kail yang sengaja dilepas saat perahu melaju, Bagus telah
membuktikannya, hari itu dia menangkap belasan ikan cakalang seukuran lengan
bawah orang dewasa.
Ada cara unik menangkap ikan di Yapen,
disebut dengan istilah molo, berbekal kaca mata renang, senter dan senapan kayu
dengan amunisi besi berujung runcing, si nelayan menyelam ke dalam laut tanpa
alat bantu pernafasan apapun lalu menggunakan senjata tadi dengan mekanisme
yang telah diatur seperti menarik pelatuk, besi runcing tersebut ditembakkan ke
arah ikan yang sedang berenang. Biasanya dilakukan pada malam hari.
Joging
di Landasan Pesawat (Lapes) dan Serui Laut
Penerbangan dari dan ke Serui terbatas
hanya pada pagi hari, di sore hari landasan pesawat berubah menjadi tempat
favorit untuk joging dan lapangan sepakbola, ramai dengan anak-anak muda.
Beberapa kali bolak-balik landasan lumayan menguras keringat dan menyehatkan
badan, tak terkecuali di bulan puasa, menanti waktu berbuka. Setelah joging
enaknya menikmati pisang goreng, es kelapa atau es pisang ijo di alun-alun.
Selain di bandara, kami juga jogging
ke arah Serui Laut, terletak di ketinggian, sehingga dari sana tampak teluk
Yapen yang membiru, di sepanjang jalan sobat akan melihat sentra pembuatan
tela, semacam batu bata yang terbuat dari batu kapur.
Pantai
pasir putih
Melewati Kaboena, kami sampai di
pantai pasir putih, sesuai namanya, pasir putih menghampar bersebelahan dengan
biru hijaunya air laut, 2 kali ke sini, pertama sebagai tim advance bareng kak
Idris, kak Beto, Jumi dan Bagus.
|
Bukan boyband biasa |
|
Tim advance |
Yang ke-dua, tim advance bersama-sama dengan
kawan satu mess lainnya, konvoi bareng dengan motor, pergi pagi jelang siang,
kehujanan di jalan, berenang, bakar ikan dan pisang, dimakan dengan colo-colo,
sambal khas Indonesia timur, saat pulang seorang kawan kehilangan kunci motor,
untung akhirnya ketemu.
|
dr. Aris dan drg Putri |
|
Pasangan suami istri dr. Handaru dan dr. Puput |
|
Duo Bali |
Wisata
Kuliner Serui
Untuk urusan Sumatra tengah, istilah
perut di kampungku sana, hehe, ada banyak pilihan tempat makan di sini, rumah
makan Kawanua khas Manado, Aremania khas Jawa, rumah makan Bareh Solok khas
Padang, coto Makassar dekat RRI, lalapan Handayani yang dulu berada di pasar,
saat ini pindah ke dekat swalayan Merpati, pisang ijo Pertamina, nasi kuning
samping polres, mi ayam gerobak dan es kacang merah khas Pontianak depan gereja
Imanuel alun-alun, mi ayam KPR, rumah makan Losari khas Makassar, ikan bakar
Mariadei, lontong tahu kejaksaan, seafood Sari Laut di pertigaan ke arah supermarket
Serui indah, dan masih banyak lagi.
|
Di rumah makan Kawanua khas Manado |
Saat malam hari, di seputaran
alun-alun, ada banyak penjual makanan, nasi goreng, mi goreng, pentolan dan mi
ayam. Dan yang wajib diicip di Yapen ini adalah ikan asar atau ikan asap dengan
rasa dan aromanya yang khas. Satu lagi, papeda dengan ikan kuah kuningnya,
slurrpp, maknyuss.
Rumah makan Bareh Solok, tempat saya
berinteraksi dengan orang-orang Minang di Serui, memuaskan selera dan bermain domino
hingga dini hari.
To be continue…..Yapen Islands Part II
wawah kaka ini penjelajah juga yah, heheh
BalasHapus