Senin, 18 Agustus 2014

Yapen Islands: Indahnya Kebersamaan


The summer rain like teardrops on my window.
Reminds me of a time so long ago.
And through each drop of rain I see,
within my heart you'll always be.
I pray you will remember me with love.

Penggalan lirik lagu dari Gary Moore di atas mengingatkan saya tentang kisah kebersamaan yang terangkai indah di Papua sana, tepatnya di kabupaten Kepulauan Yapen, selama setahun masa tugas yang diwarnai oleh persahabatan, duka-cita, canda-tawa, perjalanan, dan petualangan.
Di mess kesehatan
Walaupun tak kesohor dan tak pernah ditayangkan dalam acara jalan-jalan di televisi nasional, Kepulauan Yapen memiliki destinasi wisata tak kalah menarik dibanding daerah lain di Indonesia, pulau-pulau, alam bawah laut, pantai, teluk, hutan dengan keanekaragaman hayatinya dan dinamika kehidupan masyarakat setempat yang heterogen. Dulu, potensi pariwisata yang begitu besar ini belum dikelola secara maksimal, kurangnya promosi dan minimnya sarana dan prasarana pendukung meyebabkan kepulauan nan cantik ini tetap menjadi mutiara yang terpendam, menanti sentuhan dan polesan tangan-tangan kreatif pengambil kebijakan. Semoga tulisan ini sedikit banyak dapat lebih mengenalkan Kepulauan Yapen kepada para pemburu hidden paradise
Gugusan pulau dari atas twin otter
Tak hanya pulau dan pantai, Kep. Yapen juga memiliki barisan pegunungan
Diapit oleh pulau Biak di utara dan punggung pulau Irian di selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Serui, kota kecil tetapi dengan penduduk yang beragam di samping penduduk asli Yapen, etnis Makassar, Manado, Buton, Jawa, Batak, Padang, Toraja, Tionghoa dan yang lain hidup dalam kebersamaan yang harmonis dalam bingkai semboyan ACIS; Aman, Ceria, Indah dan Sehat (Aku Cinta Serui). Karena kecilnya, sering disebut dengan kota satu kilometer. Adanya perkawinan campuran pribumi Papua dengan etnis lain melahirkan keturunan baru yang lebih eksotis, diantaranya yang terkenal adalah Peranakan Cina Serui, disingkat dengan PERANCIS. 
Tampak terumbu karang
Pemandangan sesaat sebelum mendarat
Pantai Sarawandori dan Telaga Pamoi
Sorenya setelah mendarat pertama kali dengan pesawat twin otter, Susi air di bandara Sudjarwo Tjondonegoro, kami; saya dan lima orang teman, Bagus, Arista, Putri, Weni dan kakaknya, Adi langsung diajak menuju pantai Sarawandori oleh pak Edo, sopir yang mengantar kami ke penginapan dari bandara. Perjalanan sekitar satu jam dari kota, melewati hutan, singgah di Pamoi, telaga yang langsung berhubungan dengan laut, airnya yang biru kehijauan dikitari oleh perbukitan, amboi cantiknya. Berenang di air laut yang sedang pasang, melepas timbunan akumulasi penat. 
Pertama kali mendarat di bandara Serui
Telaga Pamoi
Pantai Sarawandori
FYI, telaga Pamoi yang diapit oleh dua tanjung di bagian barat kota Serui ini pernah menjadi tempat persembunyian kapal perang tentara sekutu pimpinan AS ketika menghadapi Perang Dunia II.

Pengobatan Massal di Ambaidiru
Tak lama berselang, kami diminta ikut acara pengobatan massal dalam rangka memperingati pengasingan Sam Ratulangi ke-64 di kampung Ambaidiru. Perjalanan ke kampung yang aduhai seronok, bareng pak bupati, dr Rein direktur RSUD, pegawai dinas kesehatan, kawan-kawan dari puskesmas Serui Kota dan lainnya melintasi hutan nan masih perawan dengan kondisi jalan yang masih buruk, berlobang, kerikil-kerikil aspal yang terlepas dan jalan tanah yang menghasilkan lumpur tebal dan susah dilalui tatkala hujan, membuat kendaraan yang kami tumpangi sering mogok dan harus didorong, hehe, sungguh sebuah pengalaman yang tak terlupa.
Bapak bupati turut dalam rombongan pengobatan massal
Direktur RSUD Serui, dr Rheinhard Ratulangi
Drg. Viera Thenu dan kru Puskesmas Serui Kota
Caio dr. Weni
Manisnya kam pu senyum ade kecil
Pulangnya, duduk di atas mobil dengan bak terbuka, menyaksikan anak-anak bermain bola di lapangan, berpapasan dengan penduduk lokal yang balik dari ladang, pertama kali melihat buah merah secara langsung dan merasakan aura hutan di kala malam lengkap dengan bebunyian hewan dan serangga di bawah jalur cahaya galaksi Bima sakti yang terlihat jelas. 
Mace balik dari ladang
Buah merah
Jalur Serui-Ambaidiru pasca hujan
Oh ya, rumah bekas tempat pengasingan Sam Ratulangi terletak di samping mess kami, di seberang jalan, tak jauh dari alun-alun kota. 

Gempa Serui 16 Juni 2010
Sekitar pukul 12 WIT, Kepuluan Yapen digoncang gempa dengan kekuatan 6.6 skala richter, saat itu saya dan teman sejawat sedang duduk-duduk di bangku panjang depan ruang periksa Puskesmas kampung Tindaret, cemas, mengingat di hadapan kami samudra Pasifik yang siap memuntahkan milyaran kubik airnya, berkumpul di lapangan dekat rumpun gedi, menyantap singkong (kasbi) rebus bareng tetangga satu komplek Puskesmas, bersiap-siap menuju bukit di belakang rumah bila terjadi tsunami yang tak diinginkan. Beberapa kali gempa susulan masih terasa, sehingga malamnya kami; saya, Bagus dan Jumi memutuskan untuk tidur di teras depan. Maha besar Allah, bagi saya, gempa sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup, masih jelas terekam dalam ingatan gempa 30 September 2009 yang meluluhlantakkan pesisir barat Sumatra Barat; kota Padang, kota Pariaman, kabupaten Padang Pariaman dan kabupaten Agam yang menelan ribuan korban jiwa.

Gempa yang terjadi membuat jalur Serui-Tindaret, amblas, tak bisa dilalui dan menyebabkan sebuah mobil terperosok ke dalam jurang, semua penumpang di dalamnya tewas. Hari kedua pasca gempa, dengan perahu motor kami berangkat menuju Biak, nginap semalam, lalu naik kapal putih, Ngapulu ke Serui.
Epi di haluan perahu menuju Biak
Pelabuhan Biak
Di atas kapal putih, Ngapulu
Sesampainya di Serui, pihak dari dinas kesehatan meminta kami untuk melakukan kegiatan sosial, mengadakan pengobatan ke kampung-kampung yang luluh lantak oleh gempa, menyisir pesisir timur pulau Yapen dengan longboat dan speedboat ke kampung Randawaya dan Warironi di distrik teluk Ampimoi.  
Pembagian sembako untuk korban gempa
Bersama pak mantri Ayub menuju kampung yang parah dilanda gempa
dr. Dessy dan dr. Ari di kampung Warironi
dr. Dina, sang guru fotografi
Senja di teluk Ampimoi

Bakar ikan di Armarea
Bareng orang dinkes, ibu Lesomar, pak Melanton dan yang lain, kami menuju pantai Armarea, Mariadei ke arah sana lagi, bakar ikan dan makan bareng. Bukan pantai yang tepat untuk berenang.
Pantai Armarea
Bakar-bakar bareng orang dinkes
Lahapnya dr. Bagus

Mancing ikan di Pelabuhan, Serui Laut dan Kaboena
Salah satu kegiatan pengisi waktu saat off duty adalah memancing, pelabuhan Serui adalah salah satu tempatnya. Selain itu, tempat yang sering saya datangi adalah pelabuhan Serui Laut dan pelabuhan Kaboena. Naik ke atas kapal yang sedang bersandar, melepas kail dengan umpan udang-udang kecil. Samandar, baronang, bobara, cakalang ekor kuning, suntung dan masih banyak lagi ikan yang akan terpedaya. Pagi, sore, malam dan tengah malampun mancing.  
Mancing di Pelabuhan Serui
Pose dulu sebelum mancing
Mancing bareng kak Sutran di pelabuhan Kaboena
Kak Idris dengan hasil tangkapannya
Yapen kaya dengan hasil tangkapan laut, saat mengadakan puskesmas keliling ke kampung-kampung di wilayah kerja puskesmas Tindaret dengan perahu motor, saya sering menyaksikan gerombolan ikan cakalang berloncatan ke atas permukaan, adakalanya mereka begitu rakus menyambar kail yang sengaja dilepas saat perahu melaju, Bagus telah membuktikannya, hari itu dia menangkap belasan ikan cakalang seukuran lengan bawah orang dewasa.  

Ada cara unik menangkap ikan di Yapen, disebut dengan istilah molo, berbekal kaca mata renang, senter dan senapan kayu dengan amunisi besi berujung runcing, si nelayan menyelam ke dalam laut tanpa alat bantu pernafasan apapun lalu menggunakan senjata tadi dengan mekanisme yang telah diatur seperti menarik pelatuk, besi runcing tersebut ditembakkan ke arah ikan yang sedang berenang. Biasanya dilakukan pada malam hari.

Joging di Landasan Pesawat (Lapes) dan Serui Laut
Penerbangan dari dan ke Serui terbatas hanya pada pagi hari, di sore hari landasan pesawat berubah menjadi tempat favorit untuk joging dan lapangan sepakbola, ramai dengan anak-anak muda. Beberapa kali bolak-balik landasan lumayan menguras keringat dan menyehatkan badan, tak terkecuali di bulan puasa, menanti waktu berbuka. Setelah joging enaknya menikmati pisang goreng, es kelapa atau es pisang ijo di alun-alun.

Selain di bandara, kami juga jogging ke arah Serui Laut, terletak di ketinggian, sehingga dari sana tampak teluk Yapen yang membiru, di sepanjang jalan sobat akan melihat sentra pembuatan tela, semacam batu bata yang terbuat dari batu kapur. 

Pantai pasir putih
Melewati Kaboena, kami sampai di pantai pasir putih, sesuai namanya, pasir putih menghampar bersebelahan dengan biru hijaunya air laut, 2 kali ke sini, pertama sebagai tim advance bareng kak Idris, kak Beto, Jumi dan Bagus.
Bukan boyband biasa
Tim advance
Yang ke-dua, tim advance bersama-sama dengan kawan satu mess lainnya, konvoi bareng dengan motor, pergi pagi jelang siang, kehujanan di jalan, berenang, bakar ikan dan pisang, dimakan dengan colo-colo, sambal khas Indonesia timur, saat pulang seorang kawan kehilangan kunci motor, untung akhirnya ketemu.
dr. Aris dan drg Putri
Pasangan suami istri dr. Handaru dan dr. Puput
Duo Bali

Wisata Kuliner Serui
Untuk urusan Sumatra tengah, istilah perut di kampungku sana, hehe, ada banyak pilihan tempat makan di sini, rumah makan Kawanua khas Manado, Aremania khas Jawa, rumah makan Bareh Solok khas Padang, coto Makassar dekat RRI, lalapan Handayani yang dulu berada di pasar, saat ini pindah ke dekat swalayan Merpati, pisang ijo Pertamina, nasi kuning samping polres, mi ayam gerobak dan es kacang merah khas Pontianak depan gereja Imanuel alun-alun, mi ayam KPR, rumah makan Losari khas Makassar, ikan bakar Mariadei, lontong tahu kejaksaan, seafood Sari Laut di pertigaan ke arah supermarket Serui indah, dan masih banyak lagi. 
Di rumah makan Kawanua khas Manado
Saat malam hari, di seputaran alun-alun, ada banyak penjual makanan, nasi goreng, mi goreng, pentolan dan mi ayam. Dan yang wajib diicip di Yapen ini adalah ikan asar atau ikan asap dengan rasa dan aromanya yang khas. Satu lagi, papeda dengan ikan kuah kuningnya, slurrpp, maknyuss.

Rumah makan Bareh Solok, tempat saya berinteraksi dengan orang-orang Minang di Serui, memuaskan selera dan bermain domino hingga dini hari.

To be continue…..Yapen Islands Part II

1 komentar: