Tiba waktunya saya melanjutkan perjalanan, tujuan saya
berikutnya adalah Chiang Rai, sebuah provinsi di timur laut Chiang Mai,
destinasi utama yang ingin saya kunjungi adalah Wat Rong Khun atau yang lebih
dikenal dengan White Temple. Selesai checkout dan sarapan Khao Mok (50 B) di
gang Masjid, lalu membeli 2 potong roti martabak (60 B) untuk bekal, saya
berjalan ke terminal bus Arcade sejauh 5 Km, dari Chang Klan road kembali ke
Tha Phae road, di perempatan belok kiri ke arah Nawarat bridge, setelah
melewati jembatan itu, saya menyusuri pinggir sungai Ping ke arah utara.
Ditengah jalan saya menyinggahi Masjid Attaqwa dan kompleks Islamic School.
Ditengah jalan saya menyinggahi Masjid Attaqwa dan kompleks Islamic School.
Di Arcade sendiri ada beberapa terminal keberangkatan, saya
menuju ke terminal 3 tempat keberangkatan bus tujuan Chiang Rai. Saya memilih
operator green bus yang juga menjadi pilihan banyak traveler lain di laman internet, loket tiketnya
terletak di lantai satu, sebelah kiri dari pintu masuk. Canggihnya, calon
penumpang harus ambil nomor antrian dulu sebelum dipanggil ke depan loket
dengan pengeras suara, tak butuh waktu lama untuk mendapatkan selembar tiket
(185 B) tujuan Chiang Rai. Kemudian berjalan ke ruang tunggu sembari mencari
platform keberangkatan sesuai yang tertera di tiket.
Jam 11 bus melaju meninggalkan Chiang Mai. Bus yang saya
tumpangi ini dilengkapi AC dan toilet, ada seorang perempuan yang berpakaian dan
bertugas layaknya pramugari, masing-masing kami diberikan sebungkus tissue
basah, sebotol air mineral plus cemilan. Perjalanan ke Chiang Rai ditempuh dalam waktu 3-4 jam melewati jalan aspal yang mulus dan lebar. Pada pukul 14.30, bus yang
saya tumpangi berhenti di old station di pusat kota, keluar dari terminal, saya mencari penginapan, lagi-lagi mengandalkan insting, cari-cari hingga
jatuh pilihan di Ti Amo Cafe House, ambil private room (150 B) dengan single bed, tv,
wifi, kamar mandi luar (shower air panas), plus balkon. Dari daftar isian buku
tamu yang saya lihat, ada juga beberapa orang Indonesia yang pernah menginap di
guesthouse ini.
Kelar istirahat barang sejenak, saya berjalan keliling kota, ternyata clock tower yang menjadi landmark nya kota Chiang Rai berada tak jauh dari Ti Amo di persimpangan Jetyod dan Baanpa Pragarn road. Tugu jam yang berwarna keemasan ini didirikan pada tahun 2008 oleh Chalermchai Kositpipat sebagai penghormatan terhadap raja Bhumibhol Adulyadej. FYI, Chalermchai Kositpipat adalah seniman yang berada dibalik berdirinya White Temple.
Kelar istirahat barang sejenak, saya berjalan keliling kota, ternyata clock tower yang menjadi landmark nya kota Chiang Rai berada tak jauh dari Ti Amo di persimpangan Jetyod dan Baanpa Pragarn road. Tugu jam yang berwarna keemasan ini didirikan pada tahun 2008 oleh Chalermchai Kositpipat sebagai penghormatan terhadap raja Bhumibhol Adulyadej. FYI, Chalermchai Kositpipat adalah seniman yang berada dibalik berdirinya White Temple.
Tak jauh dari clock tower, ada gang menuju ke arah Masjid Darun
Aman, Masjid terbesar di Chiang Rai yang dibangun oleh orang-orang etnis Hui
yang bermigrasi dari daratan Tiongkok bertahun-tahun silam. Dari luar tampak
bangunan Masjid 2 lantai dengan arsitektur elegan, perpaduan unsur Cina,
Arab, dan Persia. Disekitar Masjid ada perkampungan Muslim dan tentunya rumah makan halal, Alhamdulillah, ngga bakal kelaparan dah
Puas mengagumi eloknya Masjid, saya meneruskan perjalanan sampai ke ujung gang. Sesuai arahan google map di gadget, saya terus berjalan menuju sungai Kok di sebelah utara kota. Walaupun telah jauh berjalan, tetapi keberadaan sungai yang saya tuju belum tampak juga wujudnya, akhirnya karena menjelang Maghrib saya putuskan untuk kembali ke penginapan. Ada beberapa wat yang saya temui, diantaranya Wat Phra Singh. Namun tak ada lagi luapan perasaan seperti saat berburu wat di Chiang Mai.
Puas mengagumi eloknya Masjid, saya meneruskan perjalanan sampai ke ujung gang. Sesuai arahan google map di gadget, saya terus berjalan menuju sungai Kok di sebelah utara kota. Walaupun telah jauh berjalan, tetapi keberadaan sungai yang saya tuju belum tampak juga wujudnya, akhirnya karena menjelang Maghrib saya putuskan untuk kembali ke penginapan. Ada beberapa wat yang saya temui, diantaranya Wat Phra Singh. Namun tak ada lagi luapan perasaan seperti saat berburu wat di Chiang Mai.
Alhamdulillah bisa menunaikan shalat Maghrib berjamaah di
Masjid Darun Aman, ruang shalatnya berada di lantai 2. Kebanyakan jamaah yang
saya lihat adalah etnis Cina. Selesai shalat saya makan malam di restoran Muslim
tak jauh dari Masjid. Kali ini menu yang saya pesan agak mewah dari biasa 70 B (seperti
gambar), hehe. Saat akan kembali ke penginapan, tergoda untuk mencicipi aneka
sosis yang dijual oleh ibu-ibu berjilbab depan 7-11.
Tak afdhal berkunjung ke suatu kota tanpa merasakan geliat kehidupan malamnya. Chiang Rai juga punya night bazaar yang berlokasi dekat terminal lama. Pasar malam ini tak sebesar dan semeriah Chiang Mai sehingga tak butuh waktu lama untuk mengitarinya.
Tak afdhal berkunjung ke suatu kota tanpa merasakan geliat kehidupan malamnya. Chiang Rai juga punya night bazaar yang berlokasi dekat terminal lama. Pasar malam ini tak sebesar dan semeriah Chiang Mai sehingga tak butuh waktu lama untuk mengitarinya.
Akha Hill Tribe Women |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar