Hari kedua di Chiang Mai, Sarapan Khao soi di sebuah rumah
makan halal di gang Masjid. Khao soi adalah makanan berupa mi dari beras dengan
potongan daging dalam kuah kari, dikatakan khas Chiang Mai, tetapi makanan ini
juga bisa ditemukan di Myanmar dan Laos. Kelar sarapan saya balik ke arah city
wall, lanjut ke north gate (Chang Puak) untuk menumpang songthew biru ke doi
suthep, songthew biru ini ngetem di seberang gate, salut tapi kesal dengan para
sopir yang kekeuh memberangkatkan
penumpangnya setelah semua bangku terisi penuh.
Ketika saya sampai di sana hanya ada seorang calon penumpang lokal, saya coba menunggu, bosan menunggu saya coba mencari songthew lain, namun nihil, kembali ke tempat semula, untunglah tak lama berselang datang 3 bule Amerika, menyusul 2 cewek Israel, si sopir masih saja ingin menunggu 2 penumpang lagi, parah, maka diambillah keputusan bersama untuk menggenapkan bangku tersisa dengan membayar ongkos lebih, 80 B one way (normalnya 50 B).
Ketika saya sampai di sana hanya ada seorang calon penumpang lokal, saya coba menunggu, bosan menunggu saya coba mencari songthew lain, namun nihil, kembali ke tempat semula, untunglah tak lama berselang datang 3 bule Amerika, menyusul 2 cewek Israel, si sopir masih saja ingin menunggu 2 penumpang lagi, parah, maka diambillah keputusan bersama untuk menggenapkan bangku tersisa dengan membayar ongkos lebih, 80 B one way (normalnya 50 B).
Khao Soi dengan Aroma Khas Daun Peterseli |
Perjalanan ke Doi Suthep menempuh waktu sekitar 30 menit,
melewati jalanan aspal lebar yang menanjak dan berliku, Doi Suthep merupakan bukit
yang terletak di bagian utara Chiang Mai, di atas bukit itu terdapat komplek
bangunan kuil Budha Wat Phrathat Doi Suthep, para pengunjung harus menaiki
ratusan anak tangga untuk mencapai bangunan tersebut. Bagi turis asing ada
loket khusus untuk masuk ke dalam komplek kuil dengan membayar tiket seharga 30
B. Namun waktu itu saya mencoba sedikit nakal untuk tidak masuk dari loket itu,
berbaur dengan wisatawan lokal dari pintu lain tanpa dipunguti biaya, hehe, sebaiknya
jangan ditiru. Selain melihat bangunan kuil dan suasana orang-orang yang
melakukan ritual, pengunjung dapat melihat kota Chiang Mai dibawah sana. Puas berkeliling
(sampai dua kali) dan ambil gambar saatnya turun gunung.
Balik ke kota dengan songthew lain (50 B) bareng 2 cewek
Israel tadi, dari Chang Puak gate lagi-lagi jalan kaki menuju penginapan di
tengah terik surya yang menyengat. Setelah sholat dan istirahat sebentar di
penginapan, tak ada pilihan lain, saya harus kembali berjalan ke gang Masjid (belum
terpikir saat itu rental sepeda) untuk makan siang, benar-benar sebuah perjuangan,
hehe, makan nasi lauk ikan (50 B) di tempat kemarin. IMO, sepertinya di Chiang
Mai sini makan dengan lauk ikan lebih mahal dibanding daging sapi.
Selesai makan waktunya hunting
wat-wat yang ada di dalam city wall. Ada banyak wat yang tersebar di bagian
dalam tembok kota ini, diantaranya yang terkenal adalah Wat Phra Singh, Wat
Chiang Man, Wat Chedi Luang, dan Wat Phra Chao Mengrai. Wat Chedi Luang adalah
kuil terbesar pada masanya yang dibangun oleh Raja Saeng Muang Ma tahun 1401
dan diselesaikan oleh Raja Tilo-Garaj tahun 1454 hingga mencapai tinggi 86 m. Namun
kuil ini menjadi luluh lantak disebabkan oleh gempa yang terjadi tahun 1545 dan
reruntuhannya dibiarkan terbengkalai hingga tahun 1990-an sebelum di rekonstruksi
lagi. Di komplek ini juga terdapat patung Budha raksasa yang sedang tidur.
Seolah lupa dengan waktu, saya benar-benar mabuk kuil, hehe, dimanjakan oleh ragam seni arsitektur kuno, berasa diajak berkeliling dengan mesin waktu ke masa yang silam, tak terasa azan Maghribpun berkumandang, saya berjalan ke bagian selatan city wall, ternyata tak ada gerbang maupun tembok seperti yang saya lihat di Taphae atau Chang Puak gate, yang bersisa hanya kanal air yang memanjang ke bagian timur, saya menyusuri pinggir kanal ini ke Chang Klan road menuju Masjid, alhamdulillah bisa shalat Isya berjamaah.
Setelah shalat saatnya berpusing-pusing ria di Chiang Mai
night market, tak jauh dari gang Masjid. Ada 3 komplek lokasi belanja yang
terbentang kira-kira sepanjang 1 Km di Thanon Chang Klan ini, yakni night market
place, Anusarn Market, Kalare Night Bazaar. Ini pasar malam terkeren yang
pernah saya temui selama diperjalanan. Kawasan ini benar-benar surga bagi para penghobi
belanja. Apapun bisa ditemui disini mulai dari CD/VCD, pakaian, perhiasan,
souvenir etnis suku-suku Thailand utara, dan masih banyak lagi yang lain. Penat
belanja-belanji bolehlah sejenak merasakan nikmatnya pijatan ala Thai atau
menikmati ragam pilihan kuliner, Thai, Japenese, India, Western, halal yang
tersedia di food court ditemani aneka pertunjukan musik dan tari. Puas berkeliling,
saatnya untuk pulang ke peraduan, esok saatnya meninggalkan kota Lanna ini
menuju Chiang Rai
Seolah lupa dengan waktu, saya benar-benar mabuk kuil, hehe, dimanjakan oleh ragam seni arsitektur kuno, berasa diajak berkeliling dengan mesin waktu ke masa yang silam, tak terasa azan Maghribpun berkumandang, saya berjalan ke bagian selatan city wall, ternyata tak ada gerbang maupun tembok seperti yang saya lihat di Taphae atau Chang Puak gate, yang bersisa hanya kanal air yang memanjang ke bagian timur, saya menyusuri pinggir kanal ini ke Chang Klan road menuju Masjid, alhamdulillah bisa shalat Isya berjamaah.
Suasana Masjid Menjelang Isya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar